Selasa, 23 Januari 2024

Huh?

Sometimes I wonder... This is it, isn't it? I wonder if he's genuinely happy to be with me.. I mean look at that face. The eyes, the smile, the laughter. Look at those efforts. Look how he put up with all my craziness and insecurity! Hahahaha. Sometimes I wonder if he is really happy, but the way he stick around me after all that. Maybe, it is true that he loves me. More than anyone anticipated, ever.

Because at first, I thought it just a fling. Cute, fresh, and forgetful. But, no. It got serious after that.

The way he laughed at my joke. I mean it's not that funny! But I like his laughter. I bet he likes my laughter too.

The way his eyes spark when something looks interesting. Or excited telling me story even when I don't really understand it.

The way he captured things through photos. He sneakily snap some photos of me. With my hair look like crap, or looking serious at my phone. Lol.

The way he surprised me by buying me stuff. It. is. cute. So. damn. cute. Like....how can you come up with that?? Hahaha.

Well, maybe it's my insecurity. But I guess, I write it so I can read it when I forget how he loves me.

Selasa, 28 November 2023

Hutang Waktu

Kita berhutang waktu satu sama lain, katamu. Aku tertawa. Bagaimana mungkin? Aku sepakat kalau waktu memang mata uang. Kita bisa membeli kehangatan dan keintiman dengan waktu. Namun seberapa besar daya yang kita punya, selamanya hutang waktu itu tak akan bisa dibayar. Tak ada orang yang bisa memutar waktu kembali ke masa lalu, kemudian membayar semua hutang-hutang itu.

Membayar hutang waktu, katamu. Hah! Bagaimana mungkin? Coba jelaskan padaku. Kalau bisa, ayo kita bayar semua hutang-hutang itu. Waktu yang kita janjikan satu sama lain. Tapi tak ditepati.

Ayo kita hentikan waktu. Supaya tak makin bertumpuk. Hutang-hutang tak terbayar di dunia ini.

Kamis, 28 September 2023

Walk the talk

Percayalah sama perilaku orang. Kayaknya itu prinsip yang paling bener buat dipegang saat dewasa. Apalagi makin dewasa, kita ketemu sama banyak banget tipe orang. Ada yang banyak omong, banyak berbuat. Jarang ngomong, banyak berbuat. Banyak ngomong, jarang berbuat. Dan tentunya, ada juga yang jarang dua-duanya. Hehehe.

Makin dewasa, kita harus makin pinter nge-filter pergaulan dan social circle. Apalagi soal pasangan. Setelah kuliah, pertemanan pasti rasanya makin kecil. Kita jadi nyadar mana yang berteman sama kita hanya karena ketemu tiap hari. Tapi jadi nyadar juga mana yang sebenarnya se-visi dan di level yang cocok sama kita. Pas kerja juga akan makin ke-filter. Mana yang bisa dipercaya, mana yang enggak.

Sebagai introvert dengan energi bergaul yang terbatas, cuma orang-orang prioritas lah yang dapat perhatian dari aku tiap hari. Beruntung sih rasanya, masih bisa maintain intimate circle pertemanan dari SMP-kuliah, begitu juga circle-circle yang nggak sengaja kebikin waktu udah dewasa. Bahkan kadang kalau lagi capek banget kerja, aku juga enggak chatty banget ke mereka. Tapi ya mereka paham.

Meskipun gitu, prinsip percaya sama apa yang dilakukan orang tuh paling akurat. Apakah seseorang itu tulus, apakah sesayang itu, apakah sepeduli itu. Semua bisa kelihatan seiring berjalannya waktu. Janji-janji yang diucapkan itu, nggak bisa dipegang walau ditulis pakai materaipun.

Orang yang sayang dan peduli itu bakal kerasa selalu ada. Kita nggak akan merasa sendirian. Walaupun kadang kita ga bisa jabarin betapa lelahnya, tapi somehow, orang yang sayang sama kita itu paham. "Tau kok, kamu lg xxx kan?" padahal akunya nggak ngomong apa-apa loh. Kayak bisa tahu aja dari ekspresi kali ya? Atau mungkin intonasi ngomong, cara ngetik chat. Hahaha.

Sahabat, pasangan, keluarga. Masing-masing pasti punya kesibukan sendiri. Pasti ada harinya mereka juga capek sama sesuatu. Tapi mereka pasti akan pulang ke 'rumah' yang kita bangun bareng-bareng.  Walaupun untuk diem menyendiri dulu. Tapi mereka pasti pulang ke rumah tiap hari!

Kata quote-quote mah orang yang sayang sama lo, nggak akan bikin lo bingung. Kalau lo bingung, berarti dia ga sesayang itu. Menurutku, kita pasti ngerasa kok. Apakah ini orang nyaman sama kita, sayang sama kita, care bener-bener sama kita, percaya sama kita? Semua kelihatan dari perilakunya. Bukan cuma datang pas butuh, terus hilang berbulan-bulan. Namanya hubungan, ya dua arah. Bukan satu arah. Kalau cuma satu arah, namanya monolog. Hahahaha.

Kadang kita emang harus step back a little bit. Just to make sure. Kalau agak jauh, kita bisa melihat dengan angle yang berbeda. Kayak gimana sebenarnya hubungan yang kita punya. Karena, yah, masih ada aja orang yang berimajinasi tentang sebuah hubungan yg dia jalani. Padahal aslinya nggak kayak gitu lho. Tapi dia mereka-reka adegan semau dia sendiri. Bahkan berimajinasi bahwa partnernya tuh sempurna gini gitu, padahal aslinya jauuuh dari itu. Lihat aja tuh seberapa banyak timnya Tom kalau nonton 500 Days of Summer! Hmmmmpft.

Anyway, I am glad I have my own wolfpack. I am lucky to have all those people love me this much <3 I am glad I have him, them, them, and them. It means the world to me.

Kamis, 21 September 2023

Bandara dan Pesawat

Waktu kecil, aku sering lihat keluarga naik pesawat. Zaman 90an sampai 2000an itu bentuk tiket pesawat segepok gitu. Buku kecil, tipis, persegi panjang. Isinya apa aja ya? Entahlah nggak inget. Tapi suka sekali bacanya. Dibolak balik berkali kali. Gemes. Terus mikir, kapan ya aku naik pesawat? Sepertinya seru.

Sering pula berangkat ke Bandara menjemput ibu. Kayaknya salah satu memori yang belum hilang sampai sekarang itu nunggu di pintu kedatangan di Bandara Juanda yang lama. Sekarang sudah jadi T2 sih., bentuknya lebih modern. Dulu pintunya kecil, agak gelap, pinggirannya juga tebal. Nggak kaca transparan dan tanpa pinggiran kayak sekarang. Terus ada jalan miringnya agak tinggi, dan kita nunggu di sisi railing jalan itu. Dindingnya juga polos banget, gaada desain apa-apa. Hahaha.

Pas SD, akhirnya baru keturutan naik pesawat. Trip pertama ke Jakarta. Hahaha. Seseneng itu. Wah begini rasanya, akhirnya enggak penasaran lagi. Setelah itu memang beberapa kali naik pesawat. Ke Bali, Manado, dan tentunya beberapa kali ke Jakarta lagi.

Seseneng itu sampai aku pengen kuliah di Jakarta biar bisa bolak balik naik pesawat. Hahahah. Well thats one, among other reasons, of course. Kayak the best school my parents could afford, lebih kota utk aku yg manja dan butuh hiburan/makanan kota. Meskipun akhirnya ga kuliah di Jakarta seperti yang dikira, karena ternyata UI itu di Depok wakakaka, tapi kalau mau pulang yah tetap naik pesawat.

Jadi kalau bahas pesawat, udah banyak pengalaman yang dijalanin. Aku udah ga keitung berapa kali ketinggalan pesawat. I've stopped counting after it happened thrice. HAHAHAHA. Endingnya beli lagi, atau diganti sm maskapai jg pernah karena macet bgt cooyy akhirnya ditinggal wkwkwkwk. Salah beli tiket krn dua duanya Sby Jkt juga pernah. Akhirnya nyari ruko airlinenya nyari angkot biar bisa reroute wkwk. Ngerasain first class juga pernah, perkara gaada tiket lagi sebelum ngejar pemakaman wkwkwk. Kehilangan temen karena meninggal di kecelakaan pesawatpun ada. Huh.

Pesawat itu somehow therapeutic. Sejenak, lu dikasih kesempatan untuk ganti perspektif. Meski cuma 1-2 jam. Tiba-tiba lu ngeh bahwa dunia itu besar. Semua masalah bisa gue pikirin waktu di pesawat. Di pesawat itu, bisa sibuk sama pikiran sendiri. Nangis diem-diem. Bengong. Nyesel. Excited. Bahagia. Semua emosi pernah dijalanin pas duduk di pesawat.

Di bandara? Not so much. Kebanyakan isinya lari, jalan cepet, efisien naruh semua barang di tas biar nggak harus nyantol lama di metal detector. Kebanyakan nunggu di waiting room juga diisi dengan merhatiin desain bandara itu sendiri. Apalagi di Bandara Soekarno Hatta. Betapa ikoniknya bandara itu karena sering jadi latar film dulu. Cute.

Perjalanan ke bandara juga ngasih mixed feelings. Tergantung apa yang akan dikejar di ujung sana. Dulu zaman kuliah, kalau harus berangkat ke Jkt rasanya mau memaki dunia. Kayak berharap telat aja nih pas sampe. Tapi mana pernah kalau dianterin terus telat gitu :( wakakaka. Ada momen-momen benci banget sama bandara karena harus ninggal rumah. Terus nyesel. Ngapain ya dulu ngejar kuliah di sini? Mana sampai kerja di Jakarta segala. Hahaha.

Rasanya betul kalau bandara jadi tempat paling tulus untuk menyampaikan perasaan. Selain rumah sakit? Hahaha. Perpisahan yang nggak selalu kita tahu, apakah pertemuan yang direncanakan itu bisa terwujud atau nggak. Pelukan-pelukan di bandara. Tepukan di pundak. Cium di kening dan pipi. Semuanya demi meninggalkan kesan terbaik, sebelum menyongsong ketidakpastian di depan.


Senin, 17 Juli 2023

Kenangan

Sebenarnya nggak semua bagian dari kisah kita, bisa aku ceritakan. Maklum, aku pelupa parah. Kayaknya, hanya sejumput cerita dan kenangan yang masih aku punya?

Kalau disandingkan, barangkali kenangan yang kita punya bisa saling melengkapi. Kamu ingat yang A, aku ingat yang B.

Lucu bukan? Ternyata nggak akan pernah ada kenangan yang utuh. Yang bisa kita bawa pulang ke rumah masing-masing setelah pisah jalan. Yang, dulunya, kita kira bakal dibawa sampai menua.

Malah jadi aneh, kalau sekelibat aku melihat iklan cokelat panas yang kamu ceritakan ke aku. Yang akhirnya bikin aku lebih kecanduan, daripada kamu yang lebih dulu mencoba. Lalu aku cuma bisa tertawa. Padahal aku cuma lagi mikirin betapa macetnya jalanan ini, dan tiba-tiba melihat iklan cokelat panas di papan billboard perempatan jalan Adityawarman.

Padahal aku nggak inget apa-apa kalau lihat kotak hadiah oleh-oleh dari kamu di rumah. Aneh kan?

Apa kamu juga mengalami yang sama? Atau semua spesies yang pernah jatuh cinta mengalami ini?

Apa semut betina di meja makanku merasakan yang sama? Yang teringat kenangan lucu saat mencicip roti cokelat, padahal dia punya banyak butiran gula dari semut jantan di sarangnya.

Atau pinguin-pinguin yang setia pada pasangannya itu. Apa dia yang kesepian setelah ditinggal mati pasangannya, bakal mengingat betapa lucu beruang laut yang pernah mereka tertawakan dulu? Atau dia justru ingat sudut-sudut pasangannya terpeleset saat mencari ikan.

Memori nampaknya memang hal yang aneh. Kita kira kita mengingat sesuatu dengan baik. Tapi semakin kenangan itu diulang-ulang. Semakin terdistorsi pula kisahnya.