Kamis, 21 September 2023

Bandara dan Pesawat

Waktu kecil, aku sering lihat keluarga naik pesawat. Zaman 90an sampai 2000an itu bentuk tiket pesawat segepok gitu. Buku kecil, tipis, persegi panjang. Isinya apa aja ya? Entahlah nggak inget. Tapi suka sekali bacanya. Dibolak balik berkali kali. Gemes. Terus mikir, kapan ya aku naik pesawat? Sepertinya seru.

Sering pula berangkat ke Bandara menjemput ibu. Kayaknya salah satu memori yang belum hilang sampai sekarang itu nunggu di pintu kedatangan di Bandara Juanda yang lama. Sekarang sudah jadi T2 sih., bentuknya lebih modern. Dulu pintunya kecil, agak gelap, pinggirannya juga tebal. Nggak kaca transparan dan tanpa pinggiran kayak sekarang. Terus ada jalan miringnya agak tinggi, dan kita nunggu di sisi railing jalan itu. Dindingnya juga polos banget, gaada desain apa-apa. Hahaha.

Pas SD, akhirnya baru keturutan naik pesawat. Trip pertama ke Jakarta. Hahaha. Seseneng itu. Wah begini rasanya, akhirnya enggak penasaran lagi. Setelah itu memang beberapa kali naik pesawat. Ke Bali, Manado, dan tentunya beberapa kali ke Jakarta lagi.

Seseneng itu sampai aku pengen kuliah di Jakarta biar bisa bolak balik naik pesawat. Hahahah. Well thats one, among other reasons, of course. Kayak the best school my parents could afford, lebih kota utk aku yg manja dan butuh hiburan/makanan kota. Meskipun akhirnya ga kuliah di Jakarta seperti yang dikira, karena ternyata UI itu di Depok wakakaka, tapi kalau mau pulang yah tetap naik pesawat.

Jadi kalau bahas pesawat, udah banyak pengalaman yang dijalanin. Aku udah ga keitung berapa kali ketinggalan pesawat. I've stopped counting after it happened thrice. HAHAHAHA. Endingnya beli lagi, atau diganti sm maskapai jg pernah karena macet bgt cooyy akhirnya ditinggal wkwkwkwk. Salah beli tiket krn dua duanya Sby Jkt juga pernah. Akhirnya nyari ruko airlinenya nyari angkot biar bisa reroute wkwk. Ngerasain first class juga pernah, perkara gaada tiket lagi sebelum ngejar pemakaman wkwkwk. Kehilangan temen karena meninggal di kecelakaan pesawatpun ada. Huh.

Pesawat itu somehow therapeutic. Sejenak, lu dikasih kesempatan untuk ganti perspektif. Meski cuma 1-2 jam. Tiba-tiba lu ngeh bahwa dunia itu besar. Semua masalah bisa gue pikirin waktu di pesawat. Di pesawat itu, bisa sibuk sama pikiran sendiri. Nangis diem-diem. Bengong. Nyesel. Excited. Bahagia. Semua emosi pernah dijalanin pas duduk di pesawat.

Di bandara? Not so much. Kebanyakan isinya lari, jalan cepet, efisien naruh semua barang di tas biar nggak harus nyantol lama di metal detector. Kebanyakan nunggu di waiting room juga diisi dengan merhatiin desain bandara itu sendiri. Apalagi di Bandara Soekarno Hatta. Betapa ikoniknya bandara itu karena sering jadi latar film dulu. Cute.

Perjalanan ke bandara juga ngasih mixed feelings. Tergantung apa yang akan dikejar di ujung sana. Dulu zaman kuliah, kalau harus berangkat ke Jkt rasanya mau memaki dunia. Kayak berharap telat aja nih pas sampe. Tapi mana pernah kalau dianterin terus telat gitu :( wakakaka. Ada momen-momen benci banget sama bandara karena harus ninggal rumah. Terus nyesel. Ngapain ya dulu ngejar kuliah di sini? Mana sampai kerja di Jakarta segala. Hahaha.

Rasanya betul kalau bandara jadi tempat paling tulus untuk menyampaikan perasaan. Selain rumah sakit? Hahaha. Perpisahan yang nggak selalu kita tahu, apakah pertemuan yang direncanakan itu bisa terwujud atau nggak. Pelukan-pelukan di bandara. Tepukan di pundak. Cium di kening dan pipi. Semuanya demi meninggalkan kesan terbaik, sebelum menyongsong ketidakpastian di depan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar