Tahun lalu, setidaknya saya melakukan tiga kali death knock. Ini yang saya ingat ya. Apalagi karena tahun 2022 rasanya amat panjang. Hehehe.
Dua di antaranya hanya berselang kurang dari sepekan. Rasanya melelahkan. Kita tidak pernah tahu bahasa kehilangan macam apa yang akan terjadi setelah liang lahat ditutup. Sedangkan, kami tidak mungkin pergi begitu saja. Tugas kami di lapangan yah harus menggali.. Kalau nanti saya salah bicara bagaimana? Kalau ternyata semua penuh tangis, saya mau menulis apa?
Saya ingat betul, dua death knock yang terjadi itu berdekatan dengan kasus tenggelamnya Eril, putra Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Saat itu, ulasan Remotivi tentang death knock yang dilakukan tim Narasi membantu saya menjalani death knock sendirian. Wartawan lain sudah beres tugas usai pemakaman dan konferensi pers. Sedangkan, saya datang sendirian ke rumah istri mendiang.
Saya ingat betul sang istri, yang awalnya tidak berkenan diwawancari siapapun, mau menyambut saya dengan mata sembab. Mempersilahkan saya duduk. Berkenan meninggalkan teman-temannya yang datang untuk bicara dengan saya sebentar. Alasannya simpel, karena cerita yang beredar sudah ke mana-mana.. "Saya dibilang se profesi dengan mas, padahal bukan. Dibilang kami sudah punya anak tapi masih kecil. Ada juga yang bilang malah masih mau tunangan. Saya mau cerita yang sebenarnya ya, mbak, bukan yang didramatisasi," jawabnya.
Ini hampir sejalan dengan ulasan death knock yang dibuat Remotivi. Kalau malas baca sendiri, saya ceritain bagian yang membekas buat saya deh.. Isinya pengalaman salah satu orang yang kehilangan putranya. Hasil liputan meninggalnya sang anak justru disimpan dan dipajang. Hal itu supaya dia tidak perlu mengulang-ulang cerita yang sama pada banyak orang, hal yang membuat dia harus mengenang ketidaknyamanan.
Kadang orang mau didengarkan, kadang juga rasanya ingin mengurung diri untuk mengolah emosi. Ya begitu. Kehilangan memang bikin campur aduk. Nggak ada yang benar-benar 100 persen sedih. Pasti ada rasa-rasa lain. Yang bagi orang-orang yang belum kehilangan, jadi nggak paham-paham amat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar