Kamis, 23 April 2015

I just saw a star. I just did.

Aku melihat satu bintang bersinar dengan percaya diri malam ini. Dia sendirian, dengan jarak agak jauh, menemani sang bulan sabit.

Tiba-tiba diriku terlempar ke masa lalu. Masa-masa di mana aku suka sekali menikmati taburan bintang tengah malam di tengah hutan. Aku merindukan masa-masa aku menghabiskan waktu keluar dari rutinitas dan polusi perkotaan. Suara kendaraan berganti dengan suara jangkrik. Cahaya lampu buatan manusia diganti dengan cahaya bulan yang sangat terang ditemani dengan banyak bintang kecil di sekitarnya.

Aku terjebak pada realitas menjadi dewasa dan tuntutan sosial yang melekat padanya. Aku terjebak bahwa aku tidak bisa pergi ke sana ke mari dengan sesuka hati lagi. Karena menjadi dewasa berarti belajar sadar, memahami, dan menahan diri dari hal-hal yang tidak mengantarkan kita ke manapun. Aku terjebak dengan tuntutan dan urutan prioritas yang diikatkan orang lain. Mungkin bukan hanya aku, tetapi kita semua lupa bahwa kita unik. Kita punya cara sendiri untuk menjadi dewasa dan menjalani kedewasaan. Kita terjebak pada tuntutan sosial, bahwa kita harus kuliah formal di Universitas yang dibiayai negara, lalu harus mencetak huruf dan angka yang menyenangkan dan nyaris sempurna, lalu melanjutkan pekerjaan di tempat bergengsi dengan gaji tinggi. Dan apapun yang kita lakukan hari ini harus mengantarkan kita ke sana. Harus. Tuntutan bukan lagi mengenai hal-hal besar, tetapi juga menekan pilihan-pilihan kecil yang kita buat. Pertanyaannya selalu sama, apakah hal ini akan membantumu mendapatkan nilai yang baik di bangku kuliah dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji terbesar bagimu nanti?

Mungkin hanya dengan melihat ke langit di malam-malam yang biasa ini, kita mulai sadar bahwa kita punya banyak sekali pilihan untuk jadi diri sendiri. Untuk tetap menampakkan diri apa adanya, meskipun sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar