aku sudah memahami bahwa tidak banyak orang yang mau berkorban untuk orang lain. tidak banyak yang punya kebiasaan untuk berpikir lebih luas dibanding yang lain.
wajar.
tidak banyak yang terbiasa untuk hidup bagi dirinya dan lingkungannya. beberapa orang memilih berdiam diri karena merasa bahwa yang lain sudah cukup mengerjakan segala pekerjaan di lingkungannya. beberapa orang memilih berjalan sendiri, berharap suatu hari akan menemukan orang yang tepat untuk menemani.
aku memahami bahwa menolong orang itu passion. aku mengerti bahwa berkorban dan memikirkan orang lain yang kesusahan itu passion. tidak semua orang suka melakukannya, tidak semua orang dengan suka hati melakukannya. maka dari itu, tidak banyak yang memilih bersusah payah seperti ini.
sindrom-sindrom orang yang mengaku dirinya aktivis, suka ngatain orang lain apatis.
kontribusi tidak bisa dibatasi hanya dalam dimensi organisasi kemahasiswaan. kontribusi bisa jadi bentuk apa saja. belajar dengan baik itu kontribusi. taat aturan itu kontribusi. jangan merasa berkorban paling banyak, kalau yang berusaha "ditolong" tidak pernah merasa dia bermasalah. jangan-jangan kita ini yang cuma membuat-buat masalah? macam iklan-iklan untuk mempromosikan produk, yang sebenarnya kita akan sehat-sehat saja tanpanya.
tidak banyak yang berkorban, mungkin karena tidak paham masalahnya apa. mungkin merasa bahwa dunia sudah baik-baik saja. atau, mungkin bukan dengan cara yang kita promosikan ini, mereka berpikir masalah akan selesai.
bisa saja, kita ini semua egois. beberapa egois untuk berdiam diri. beberapa egois untuk berjalan sendiri. dan beberapa egois untuk berjalan dengan yang lain. karena kita kira, dengan begini kita bisa bahagia.
Anak-anak aktivis memang sering sekali merasakan "besar kepala". saya pun pernah menjadi non aktivis dan aktivis. Padahal sebenernya ya nggak apatis juga. justru dari situ, saya merasakan bahwa sesungguhnya tiap orang berkontribusi dengan caranya masing-masing.
BalasHapusmungkin kita semua sudah lelah dengan kondisi ini. :)